A perfectionist

Photo by Jonathan Hoxmark on Unsplash


Membuat podcast ini seharusnya mudah, hanya perlu membuat script, merekam lalu di upload. Tetapi aku belum memiliki microphone, bagaimana bila nanti suaranya tidak sejernih podcast lainnya? Lalu aku tidak memiliki ruangan yang proper untuk membuat podcast, mungkin nanti aka nada suara noise ketika aku membuat podcast.

1 tahun kemudian…

---

 “Nab, bikin podcast yukk”

Satu kalimat yang ajaib menurutku. Membuyarkan kekhawatiranku yang ada sebelumnya. Ternyata tidak apa-apa tidak menggunakan microphone, yang penting maknanya tersampaikan, suara noise bisa dimaklumi kok oleh pendengar. "

--

Perfeksionis. Sebuah kata yang memiliki arti “the doctrine that the perfection of moral character constitutes a person's highest good” (Merriam Webster) dan orang yang ingin segala-galanya sempurna; atau orang yang percaya bahwa kesempurnaan moral dicapai kalau dapat hidup tanpa dosa. (KBBI). Perfeksionis sering masuk ke kelebihan dan kekurangan setiap orang. Se relatif itu si perfeksionis ini. Fenomena orang yang punya mimpi jelas, tujuan hidup jelas, tetapi tidak segera melangkah untuk menuju mimpi dan tujuan hidupnya sama saja dengan orang tidur, yang hanya bisa bermimpi. Skenarionya, orang tersebut tidak segera merealisasikan atau Menyusun rencana untuk meraih mimpinya karena terhambat banyak hal. Misalnya, harus pintar bisnis dulu baru bisa jadi CEO, harus lulus sarjana dulu baru bisa buka bimbingan belajar, harus punya kamera dulu baru jadi fotografer, harus punya treadmill dulu baru rajin olah raga.


Aduh, siapa sih yang bilang itu harus? Ekspektasi orang-orang yah?


Satu mantra lagi untuk menjinakkan si perfeksionis ini adalah “mulai aja dulu”. Tidak peduli apa yang orang lain katakan, tidak peduli bagaimana hasilnya nanti (tapi tetap mikir lah ya sebelum mulai, biar ga gagal-gagal amat). Karena memang manusia hidup hanya sekali, menjadi manusia pun ini adalah hal yang pertama kali kita lakukan bukan? Wajar sekali bila ada hal yang tidak sempurna. Ketika hal itu terjadi, tentu akan menjadi pelajaran supaya kedepannya lebih sempurna lagi. Sampai akhir hayat pun manusia tidak akan pernah merasa puas (jika aku rasa, khususnya bagi pembelajar seumur hidup yang selalu excited melihat hal baru, tidak takut mencoba dan terus belajar).


Bila kita berpikir kembali, mayoritas dari hal-hal yang membatasi kita untuk melakukan sesuatu itu adalah pikiran kita sendiri yaitu pikiran tentang hal-hal yang belum tentu terjadi, atau hal-hal buruk yang sudah terjadi pada orang lain yang belum tentu terjadi kepada kita. Untuk kasus hal-hal yang belum tentu terjadi, ini sangat mudah untuk disangkal dengan mantra “mulai aja dulu”. Bila gagal bagaimana? Paling tidak kamu sudah mencoba. Pandangan, komentar dari orang lain adalah hal yang tidak bisa kamu kontrol. Hal yang bisa kamu kontrol adalah diri kamu sendiri, beri afirmasi positif pada diri kamu akan membuat semuanya baik-baik saja. Eh, bersedih dan kecewa boleh kok, tetapi jangan terlalu larut dalam kesedihan dan kekecewaan itu.


Memberikan ucapan negatif kepada diri sendiri hanyalah membuang-buang waktu dan energi. Hal itu bagaikan pagar yang kamu bangun, sehingga kamu tidak bebas untuk mencoba lagi dan memperluas zona nyaman kamu.

 


Ketika di atas ada kondisi orang yang berani bermimpi lalu tenggelam di lautan overthinking dan ke-perfeksionis-an, ada orang yang punya mimpi besar yang di break down tiap tahun, bahkan tiap bulan dan tidak peduli dia punya atau tidak punya hal pendukung mimpinya, dia berani memulai sesuatu itu.


Mencoba fokus ke hal-hal yang bisa di kontrol, dan tidak peduli dengan hal-hal yang tidak bisa kita kontrol bisa membuat hidup kita menjadi lebih efektif dan bermakna.

Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.