It's Okay to Say No

Pernah ga sih, kamu dibilang altruis? Bagi yang pernah dibilang altruis mungkin banyak pahamnya ketika membaca artikel ini, namun bagi yang baru dengar kata altruis, baca dulu aja, siapa tau kamu itu altruis. But altruism is not the point, it's just the intro.



Altruis atau dalam bahasa inggris altruistic adalah suatu perilaku berupa keinginan memberikan manfaat sebesar-besarnya pada orang lain tanpa meminta imbalan.


Hal ini berlawanan dengan “self-interested” atau egois—kata yang diartikan apabila seseorang termotivasi untuk memberikan manfaat sebesar-besarnya pada diri sendiri.

Pada Kamus Besar Bahasa Indonesia, altruis adalah orang yang banyak mengutamakan kepentingan orang lain (tidak mementingkan diri sendiri). 


Contoh altruis atau tindakan yang bersifat altruis (altruisme) adalah ketika kamu mau meluangkan waktu lebih, mengeluarkan ide-ide ekstra di organisasi kampus untuk membantu teman dan sama-sama meraih tujuan dari organisasi tersebut padahal itu sudah diluar tanggung jawab kamu. Atau ketika kamu mau memberikan pengetahuan yang sudah kamu miliki kepada teman-teman kuliahmu dengan niat berbagi ilmu dan saling membantu sesama. Sekedar membuang sampah pada tempatnya ketika di kelas karena hal ini memudahkan mas-mas yang membersihkan ruang kelasmu atau mengembalikan piring dan gelas setelah selesai makan di kantin (tanpa ada takut bersalah atau ingin mendapat pujian). Atau kamu menolong anak yang menyeberang murni karena ingin menolong. Berbeda halnya dengan ketika kamu menolong anak yang menyeberang karena ada rasa takut bila anak itu tertabrak kamu adalah satu-satunya orang yang seharusnya bisa menyelamatkan anak itu. Atau ketika kamu membantu temanmu karena takut akan dijauhi bila tidak membantunya dsb.


Altruisme oleh para psikolog sosial disebut sebagai perilaku prososial. Perilaku prososial mengacu pada tindakan apa pun yang menguntungkan orang lain, tidak peduli bagaimana pemberi mendapat manfaat dari tindakan tersebut. Namun, ada yang berpendapat bahwa altruisme itu tidak benar-benar ada, karena pada dasarnya setiap manusia ketika meberikan sesuatu atau melakukan sesuatu pasti ada maksud untuk memuaskan diri sendiri, atau ada kepentingan-kepentingan pribadi yang didapatkan dari hal itu. Sehingga altruis dinilai tindakan yang egois saat ada hal-hal kebutuhan pribadi yang dominan ketika kita melakukan hal tersebut (Abounader, 2018). Seperti kita ingin melakukan A karena ingin mendapakan hal yang kita inginkan, seperti hadiah atau ingin dipandang mulia. 


Nah, mungkin kalian pernah merasa, “Kenapa sih gue kok gabisa nolak kalo ditawarin temen buat ngerjain project bareng dia?” “Duh, lagi-lagi aku jawab bisa bantuin dia” atau “Gila, udah banyak project, tapi masih aja ngeiyain buat bantuin dia”.


Hal-hal tersebut bisa dibilang altruisme bila niat kita memang tulus, bentuknya empati kepada teman kita yang memberikan tawaran. Imbalan bukan yang kita cari, pujian bukan yang kita cari, atau ingin dibilang hebat? Tentu saja tidak.


Perlu diketahui, altruis itu baik, namun jika hal itu berlebih tentu saja tidak baik. Terkadang ada orang yang menerima apapun itu ketika diminta tolong oleh temannya karena takut merasa bersalah. Tidak ada yang memerintah diri kita untuk bertindak altruis seumur hidup kita. Apakah social judgement seperti takut dimusuhi, takut merasa bersalah, takut melakukan hal yang seharusnya tidak dilakukan, wait, siapa mereka? Mengapa kita perlu takut dengan social judgement? Apa karena kita tinggal disekitar mereka? Sehingga takut tidak diterima bila berbeda? Hmm, mari berpikir.


Hidup di dunia, kebanyakan orang memiliki tujuan hidup, cita-cita 10 tahun kedepan bahkan ketika tua nanti mau melakukan apa. It is really okay to say no, ketika tawaran itu tidak sesuai dengan goals kalian. Ketika tawaran itu memberatkan kalian (misal kalian sudah memiliki beberapa project, sehingga bila teman-teman tetap menerima sebuah project itu akan sangat toksik dan membuat teman-teman tidak ada waktu untuk istirahat). Ketika tawaran itu hanya membuat kita membuang waktu karena tidak align dengan tujuan hidup kita. Jadi ,sudah tau what do you stand for? Sudah membayangkan kamu akan jadi apa di 5 tahun kedepan? (Aku tahu ini bukan hal bersifat altruis murni karena aku berpendapat bahwa apa yang kita lakukan harus sejalan dengan mimpi dan tujuan hidup kita, namun aku berharap bisa membantu teman-teman di luar sana yang memiliki jiwa altruis luar biasa sehingga itu malah membebani diri teman-teman sendiri). Balik lagi, altruis cuman intro di tulisan ini, sebagai gambaran, ada altruis, ada egois, supaya temen-temen bisa balik lagi bertanya, niat melakukan sesuatu itu karena apa, sih?


Sometimes, you just have to choose yourself and remind yourself, it’s okay to say no.





Source:

Abounader, Tohme. (2018). The Question of Pure Altruism. 10.13140/RG.2.2.32280.44805.

https://kbbi.web.id/altruis

https://plato.stanford.edu/entries/altruism/#MixeMotiPureAltr


Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.