Psychological Safety: Hal yang Paling Dibutuhkan
Bagaimana caranya mengontrol reaksi kita? Mungkin ini adalah pertanyaan yang sering sekali muncul disekitar kita. Terlebih, ada hal yang berlawanan dengan keyakinan kita, atau ketika ada hal yang tidak kita inginkan terjadi (lebih tepatnya kita fokus terhadap goals atau hasil akhir, bukan proses dibaliknya, kemudian goals tersebut tidak sesuai dengan harapan).
Ketika hasil akhir itu tidak sesuai harapan, mudah sekali bagi kita untuk menyalahkan orang lain (tanpa berhenti sejenak untuk evaluasi terhadap diri sendiri). Padahal, misalnya pada partner kita. ada kemungkinan hasil yang tidak sesuai itu karena arahan yang kurang tepat, atau tidak adanya feedback yang membangun dari pengalaman-pengalaman sebelumnya.
Lalu apakah itu salah mereka yang tidak bertanya kepada kita sebelum menyelesaikan pekerjaan? Lalu apakah itu salah mereka yang tidak memiliki kemampuan yang mumpuni untuk menyelesaikan pekerjaan sesuai ekspektasi kita? Dari pada memikirkan tentang “mereka” yang sudah jelas tidak bisa kita kendalikan, evaluasi diri sendiri sepertinya akan lebih menyenangkan. Berbenah untuk menjadi lebih baik, tidak untuk diri sendiri, namun kepada partner ataupun orang lain.
Blaming orang lain tidak akan memperbaiki keadaan, memperburuk.
Oh, ternyata aku memang belum ngasih
arahan yang jelas tentang ini yaa. Yaampun, aku punya tanggung jawab untuk membuat
temanku berkembang dan belajar di sini. Kalau semua hanya tentang apa mauku
tanpa mendengarkan apa mau mereka, bagaimana mereka bisa belajar? Apa mereka akan bertahan bila hanya menjadi "orang suruhan" tanpa melibatkan ide-ide dari mereka?
Dari penjelasan di atas, sebenarnya aku hanya ingin mengangkat tentang psychological safety yang menurut salah satu artikel di Harvard Business Review adalah hal yang membuat orang yakin dan percaya di mana ketika kamu melakukan kesalahan, kamu tidak akan dihukum, justru itu menjadi wadah untuk belajar dan introspeksi diri satu sama lain.
Psychological safety, the belief that you won’t be punished when you make a mistake. Studies show that psychological safety allows for moderate risk-taking, speaking your mind, creativity, and sticking your neck out without fear of having it cut off.
Idaman banget ya kalau punya tim yang seperti ini :D Terlebih di masa-masa work from home, mayoritas orang hanya berspekulasi atau berasumsi karena tidak bisa berinteraksi secara langsung untuk mengetahui kepribadian masing-masing. Padahal menurutku hal ini berpengaruh terhadap bagaimana kita bereaksi kepada sesama tim kita.
Barbara Fredrickson dari University of North Carolina menemukan bahwa ketika kita memberikan reaksi positif, emosi positif seperti kepercayaan (aku percayakan tugas ini ke kamu yaa), rasa ingin tahu (ini baguss, kamu gimana ngerjainnya?), kepercayaan diri, dan inspirasi (expert banget kerjaan kamu, kalo semisal disesuaikan sama guideline yang ada makin bagus nih), memperluas pikiran membantu kita menjadi pribadi yang lebih berpikiran terbuka, resilient, motivated, dan persisten. Jadi, mulai dari diri sendiri dulu aja ya, buat menciptakan psychological safety. Paling tidak, orang lain tidak takut berteman dengan kita ehehe.
------------
Read more:
- https://hbr.org/2017/08/high-performing-teams-need-psychological-safety-heres-how-to-create-it?registration=success
- https://hbr.org/2010/05/how-to-stop-the-blame-game
Photo by Brooke Cagle on Unsplash
Tidak ada komentar: