#BlackLivesMatter


Disclaimer: Aku tidak mendapat pendidikan formal mengenai sejarah Afrika-Amerika, aku hanya menuliskan opini disini.


Akhir-akhir ini campaign #BlackLivesMatter menjadi trending di media sosial, Twitter. Campaign ini mulai muncul lagi setelah meninggalnya George Floyd di lutut seorang polisi, di Minneapolis, Minnesota, Amerika Serikat. 

Ada video rekaman CCTV yang menunjukkan beberapa polisi memegang tangan Floyd dan mengajaknya ke seberang. Video yang bertebaran di Twitter juga menungkap, supaya Floyd tidak membantah dan kabur, polisi menekan leher Floyd dengan lututnya sehingga Floyd kesulitan bernafas. “I can’t breathe”, kata Floyd, hingga akhirnya beliau meninggal.




Tidak hanya ada satu polisi di tempat kejadian tersebut, ada beberapa polisi. Namun mereka semua tidak menghiraukan keluhan kesakitan dan kesulitan bernafas dari Floyd, malah tetap menekan leher dengan lutut, satunya menjaga agar tidak ada kerumunan massa.


Source: https://www.nbcnews.com/news/us-news/minneapolis-police-officer-center-george-floyd-s-death-had-history-n1215691

Meninggalnya Floyd ini merangsang pergerakan Black Lives Matter melakukan protes karena pergerakan di bidang ras ini melihat perlakuan polisi pada Floyd ada kaitannya dengan warna kulit Floyd. Kerusuhan, protes dan #BlackLivesMatter pun ramai. Ada dua kutipan dari CNN yang menyatakan bahwa antara Floyd dan polisi yang tidak sengaja atau dengan sengaja membunuhnya ini sudah kenal dan berteman sejak lama.

Minneapolis City Council Vice President Andrea Jenkins said George Floyd and fired police officer Derek Chauvin knew each other for many years because they worked security at the same night club. On Monday, Chauvin, who is white, was captured on video with a knee on Floyd’s neck. Floyd, who was black, died.
“They were both bouncers at that restaurant for 17 years,” Jenkins told CNN. “So, Officer Chauvin, he knew George. They were co-workers for a really long time.”
-The Washington Post, 29 Mei 2020

Menurut saya, konflik personal antara keduanya juga bisa membuat peristiwa ini terjadi. Namun, hal ini masih diselidiki oleh FBI dan pihak terkait. Setelah peristiwa ini terjadi, Minneapolis Major, Jacob Frey yang mengatakan "Being black in America should not be a death sentence." membebastugaskan 4 polisi yang terlibat dalam kasus ini. Namun, pihak keluarga dari Floyd berkata bahwa nyawa dibalas dengan nyawa. Namun untuk kesepakatannya bagaimana, sepertinya belum diputuskan resmi karena masih proses penyelidikan.

Figur publik seperti Obama, Kylee, Joe Jonas, Tom Holland, Taylor Swift dan beberapa lainnya menyerukan bentuk dukungan, empati dan turut berduka cita atas meninggalnya Floyd. Di sisi lain, white supremacist tetap menjadi white supremacist. White supremacist merupakan bentuk atau rasa lebih superior orang berkulit putih. Ada beberapa orang yang memiliki kulit putih, tidak peduli, bahkan tetap merasa bahwa dirinya lebih baik dan pantas mendapat yang lebih baik. Ada pula yang apatis terhadap kasus ini. Hal inilah yang menimbulkan konflik.
Source: https://twitter.com/Blklivesmatter/status/1265462139029991424


Source: https://twitter.com/BarackObama/status/1266400635429310466


#BlackLivesMatter berawal dari pergerakan Black Lives Matter pada tahun 2013 (Pertama kali muncul pada 12 Juli 2013). Berikut riwayat dari #BlackLivesMatter:
Source: https://www.pewresearch.org/internet/2016/08/15/the-hashtag-blacklivesmatter-emerges-social-activism-on-twitter/


Meniggalnya beberapa warga Afrika-Amerika ini menimbulkan keresahan, bahwa masalah rasisme ini tidak hilang, namun tetap ada terus menerus. #BlackLivesMatter tidak lagi menjadi “matter” jika masalah rasisme ini terus ada. Ini hanya menjadi bentuk bahwa orang-orang sedang berempati dan turut berduka cita atas meninggalnya beberapa warga Afrika-Amerika.

Berbeda dengan kebanyakan orang yang berempati, Presiden Amerika Serikat justru menambah masalah dengan cuitan di Twitter-nya yang menganggap protestan sebagi “THUGS” sebagai berikut.

Source: https://twitter.com/realDonaldTrump/status/1266231100172615680


Rep. Rashida Tlaib (D-Mich.) on Friday called President Trump a “violent white supremacist” as she compared his responses to largely black demonstrators in Minneapolis to mostly white protesters in Michigan’s capital who objected last month to coronavirus-related restrictions.
-The Washington Post

Peristiwa George Floyd mengingatkan kita bahwa untuk mencapai kesetaraan, mendapatkan keadilan sebagai warga negara tetap menjadi jantung perjuangan dari warga Afrika-Amerika.

----------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Di sisi lain, ada juga yang tidak sependapat dengan hal ini. 

Source: https://twitter.com/Exsondra1/status/1266407817403084801/photo/1
Saya tidak paham dengan orang yang masih berpendapat bahwa meninggalnya Floyd ini bukan masalah rasisme, atau bahkan mereka menyangkutpautkan dengan permasalahan lain. Mungkin mereka itu white supremacist, yang ingin dianggap bahwa ini hanya masalah kecil yang dibesar-besarkan, atau cobalah liat dari sisi yang lain. Mungkin mereka belum melihat bahwa kematian "black people" di Amerika 1/1000.

What you can do:  blacklivesmatters.carrd.co



References link:



1 komentar:

  1. Aih miris, black community dari segala hal banyak dapet diskriminasi. Minta keadilan, ga banyak yg berubah. Omg... nyesek.

    BalasHapus

Diberdayakan oleh Blogger.