ali & ratu ratu queens - happy, confused and cry at the same time
Bulan Juni lalu, Aku berkesempatan untuk menonton film Indonesia yang berjudul “Ali & Ratu Ratu Queens”
Malam itu aku telah menyelesaikan
semua tugasku, ketika hendak berbaring sebentar untuk beristirahat, aku membuka
ponselku dan melihat notifikasi, dari Netflix. Aku langsung menonton film itu,
2 menit, 3 menit, eh ternyata bagus. Aku ambil earphone supaya lebih fokus
menonton dengan audio yang hampir maksimal.
Melihat perempuan yang
memiliki ambisi untuk mengejar mimpinya di Amerika. Ini adalah poin pertama
yang membuatku tertarik untuk menonton film ini lebih lanjut. Suami yang suportif,
mendukung istrinya untuk mengejar mimpinya di Amerika semakin membuatku
tertarik. Walaupun ada hal yang membuatku sedikit tidak nyaman seperti
kata-kata yang dikeluarkan oleh perempuan itu (ibu) kepada anaknya, “Jagain
ayah ya”. Apakah seorang ibu tidak apa-apa untuk berkata seperti itu pada
anak berusia 5 tahun?
Tak jauh dari awal film, ada yang
membuatku tidak nyaman lagi. Ternyata suami merasa tidak nyaman mengurus
anak seorang diri. Terbukti dari orang tua yang acuh terhadap bakat menggambar
anaknya lalu beropini bahwa menjadi ibu rumah tangga, serta mengurus anak di
rumah saja sudah menjadi orang yang terbaik di dunia ini. Sedangkan istri terus
bersikeras untuk menggapai mimpinya, menjadi penyanyi hebat di Amerika. Sebenarnya, ini diselesaikan di awal sebelum
istri berangkat ke Amerika. Kemungkinan-kemungkinan terburuknya, tentu sudah
disepakati dari awal.
Melihat keluarganya tidak sedang
baik-baik saja dan mungkin Ali bingung harus bercerita kepada siapa, Ali tumbuh
menjadi anak yang pendiam, namun tetap tegas pada pendiriannya. Dia melakukan
hal yang menurut dia benar (tentunya secara logis). Tiga bulan setelah ayahnya
meninggal, ali memutuskan untuk mencari ibunya. Namun sedihnya, keluarga besarnya
kurang mendukung. Kalau hal ini, sangat wajar terjadi, bahkan di keluargaku
sendiri.
“Kamu ngapain mau ke Amerika
untuk mencari ibumu? Ibumu ninggalin kamu cuman buat menyanyi”
“Bude sudah diberi Amanah untuk
menjaga kamu, jadi kamu gak bisa buat keputusan sendiri”
“ Kamu sudah satu tahun
menganggur, sekarang saatnya kamu kuliah”
“ New York itu kota yang
besar, bahaya. Bagaimana kamu menjaga sholat kamu?”
Deg. Teman-teman yang
membaca ini, bagaimana rasanya? (Komentar di bawah ya).
Aku ketika melewati scene
ini, langsung teringat dengan kata-kata yang pernah dilontarkan kepadaku.
Padahal aku masih so far away dari apa yang aku impikan itu. Masih mimpi loh
ini.
“Ngapain sih masih mau lanjut
sekolah lagi habis S1 ini?
“Kenapa jauh sekali kamu mau
ambil S2 nya? Engga mau di Malang aja? Memangnya tidak ada jurusannya di sini?”
“Terus kapan kamu memikirkan
untuk menikah kalau mau lanjut sekolah terus?
“Kalau di rumah aja sholatnya
suka tidak tepat waktu, bagaimana nanti kalau di sana?”
Oke cukup. Hehe, jadi kadang ya
begitulah. Mungkin ada pemikiran-pemikiran seperti ini, karena didikan orang
tuanya juga berbeda, akses untuk mendapatkan informasi ketika beliau-beliau masih
muda juga berbeda. Aku sangat bersyukur memiliki mereka yang sudah mengorbankan
segalanya untuk mendidikku hingga saat ini. Tapi hal-hal yang terkesan”membatasi”
itu kadang yang aku sayangkan.
Melanjutkan menonton, akhirnya Ali
berhasil berangkat ke Amerika.
Lucunya juga, proses pengurusan
visa Amerika Ali adalah hal yang sedikit mustahil. Kecil kemungkinannya untuk
bisa mendapatkan visa bila belum tahu tempat tinggal kita di Amerika, apa
tujuan kita, dan berapa lama kita akan tinggal. Hal itu tidak dijelaskan,
tipa-tiba Ali sudah di Amerika dengan kondisi, tidak tahu ingin tinggal di mana
dan sampai kapan.
Aku terpukau dengan pemandangan
di kota Queens, New York.
Ada hal yang membuatku tertarik
lagi. Bagaimana perjuangan orang di kota New York, semangat kerjanya, untuk memperjuangkan
hidup yang lebih baik, setiap harinya. Bersyukur sekali Ali dipertemukan dengan
beberapa orang Indonesia yang baik hati di sana. Mau mengerti Ali dan
perasaannya.
Walaupun pada awalnya terlihat tidak mungkin, namun bila kita percaya, hal itu akan mungkin terjadi. Tentunya disertai usaha yang maksimal.
Perjuangan mencari seorang ibu
(yang di awal aku menyebutnya istri) terasa menyenangkan dengan bantuan ibu-ibu
yang berasal dari Indonesia ini. Hingga akhirnya, Ali bertemu ibunya. Yay! Tapi
jangan senang dulu, ternyata ibunya sudah punya keluarga lain di sana. Kocak
banget film ini (bercanda). Belum berakhir ternyata. Lalu Ibu Ali membuat Ali
semakin sedih. Karena beliau tidak mau mengakui Ali.
“Ada siapa itu, bu” Kata anak
baru si Ibu.
“Hanya orang yang mengantarkan,
rendang” Lalu Ibu Ali menutup pintunya.
Serba salah, karena ibu Ali pikir
sudah tidak ada yang peduli terhadap dirinya di Amerika, ternyata ada Ali yang
masih peduli. Ibunya tidak ingin keluarga barunya mengetahui masa lalunya. Namun,
Ali terus berusaha hingga memberontak. “Aku ingin diakui bu”
Oke, mulai banyak air mata yang
keluar, karena memang situasinya serba salah. Ibunya mungkin memilih untuk menikah
lagi, karena itu mendukung mimpinya, dan terakhir kali berkomunikasi dengan
suaminya, kata-kata yang dikeluarkan suaminya adalah “sudah! Kamu tidak usah
pulang sama sekali” Wajar ibunya
melakukan hal ini . Di sisi lain, tidak seharusnya ibu ini meninggalkan anaknya
di Indonesia, hilang tanpa arah, apalagi ibunya pernah bilang “kalau ibu sudah
sukses, nanti kamu akan tinggal bersama ibu di New York”
Di akhir, Ali menikmati proses
mencari ibunya ini, dia sudah legawa dengan ibunya yang memutuskan untuk
menetap di Amerika bersama keluarga barunya. Ibunya pun menceritakan kepada
keluarga barunya bahwa dia memiliki anak dari rumah tangga sebelumnya. Ali
melanjutkan kuliah di sini (yang ini sedikit membuatku bingung juga. Pake visa
apa sih Ali ke Amerika ini? Visa turis kan berbeda dengan visa student?)
Intinya, kurang baik untuk terus
terpaku terus pada goals, baik untuk menikmati proses dalam mencari goals itu.
Even though New York has a lot of one-way streets, it also provides many ways for us to be ourselves.
Banyak jalan satu arah, means
that it’s good for you to focus on your goal. But in the process of reaching
that goal, enjoy the process, you’ll be facing a lot of ups and downs and learn
from it.
Tidak ada komentar: